I. SEKSIO SESAREA
Seksio sesarea (SC) didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen.
Di Amerika frekuensi SC yaitu 1 diantara 10 wanita melahirkan (Ventura, dkkk, 2000), dan terjadi peningkatan secara progresif setiap tahunnya.
Sedangkan penyebab terjadinya peningkatan angka SC sebesar empat kali lipat dari tahun 1965 sampai dengan 1988 yaitu sebagai berikut:
- Terjadi penurunan paritas, dan hampir separuh wanita hamil adalah nullipara.
- Wanita yang melahirkan berusia lebih tua
- Ditemukannnya pemantauan janin secara elektronik sejak tahun 1970-an yang menyebabkan peningkatan angka SC akibat indikasi “gawat janin”
- Kekhawatiran akan tuntutan malpraktik
- Insiden pelahiran pervaginam midpelvik menurun. Hasil ini disebabkan pelahiran pervaginam dengan tindakan yang dilakukan pada station yang lebih tinggi daripada +2 hanya dikerjakan dalam keadaan darurat dan secara bersamaan disertai persiapan untuk SC.
Lebih dari 85 % SC dilakukan atas indikasi:
- Riwayat Seksio Sesarea
- Distosia persalinan
- Gawat janin
- Letak bokong
II. RIWAYAT SEKSIO SESAREA
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap merupakan kontraindikasi untuk melahirkan karena kekhawatiran akan terjadinya rupture uteri. Sehingga ada pendapat menurut Cragin, 1916 yaitu, “sekali seksio sesarea maka akan terus seksio sesarea”. Namun Merril dan Gibbs (University of Texas, 1978) melaporkan bahwa pelahiran pervaginam secara aman berhasil dilakukan pada 83% pasien dengan riwayat SC. Laporan ini memicu minat terhadap pelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea (VBAC).
Tabel 1. Angka Kelahiran Total melalui Seksio Sesarea dan Pervaginam
dengan Riwayat Seksio Sesarea (VBAC): Amerika Serikat 1989-1998
Tahun | Angka Seksio Sesarea per 100 Pelahiran | ||
Total* | Primer** | Angka VBAC*** | |
1989 | 22,8 | 16,1 | 18,9 |
1990 | 22,7 | 16,0 | 19,9 |
1991 | 22,6 | 15,9 | 21,3 |
1992 | 22,3 | 15,6 | 22,6 |
1993 | 21,8 | 15,3 | 24,3 |
1994 | 21,2 | 14,9 | 26,3 |
1995 | 20,8 | 14,7 | 27,5 |
1996 | 20,7 | 14,6 | 28,3 |
1997 | 20,8 | 14,6 | 27,4 |
1998 | 21,2 | 14,9 | 26,3 |
Keterangan:
- * Persentase semua kelahiran hiduo dengan seksio sesarea
- ** Jumlah sesksio sesarea primer per 100 kelahiran hidup dari wanita tanpa riwayat seksio sesarea
- *** Jumlah pelahiran pervaginam dengan riwayat seksio sesarea (VBAC) per 100 kelahiran hidup dari wanita dengan riwayat seksio sesarea
Penelitian-penelitan tentang kemanan VBAC yang terakhir di Northwesten Hospital melaporkan bahwa semakin jelas ada hubungan yang erat antara VBAC dengan risiko ruptur uteri yang berakibat buruk bagi ibu dan janin (American College of Obstetry and Gynecologist, 1999). Hal ini menyebabkan pendekatan yang lebih berhati-hati dalam percobaan persalinan pervaginam atas riwayat SC.
Tabel 2 Kriteria Seleksi untuk pelahiran pervaginam dengan riwayat Seksio Sesarea
(American College of Obstetry and Gynecologist, 1999)
KRITERIA SELEKSI* |
Riwayat satu atau dua kali seksio sesarea transversal rendah |
Panggul adekuat secara klinis |
Tidak ada jaringan parut atau riwayat rupture uteri lain |
Sepanjang persalinan aktif selalu tersedia dokter yang mampu memantau persalinan dan melakukan seksio sesarea darurat |
Ketersediaan anestesi dan petugas seksio sesarea darurat |
*dari American College of Obstetry and Gynecologist, 1999 |
Faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya percobaan persalinan dengan riwayat Seksio Sesarea:
- Jenis insisi uterus sebelumnya
Pasien dengan jaringan parut melintang yang terbatas di segmen uterus bawah kecil kemungkinan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Secara umum angka terendah untuk rupture dilaporkan terdapat pada insisi transversal rendah, dan tertinggi pada insisi klasik yaitu insisi yang meluas ke fundus (American College of Obstetry and Gynecologist, 1999).
- Jumlah seksio sesarea sebelumnya
Risiko rupture uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya. Angka rupture uteri secara bermakna meningkat lima kali lipat pada wanita dengan riwayat dua kali seksio sesarea dibandingkan dengan satu kali seksio sesarea (3,7 % berbanding dengan 0,8%).
- Indikasi seksio sebelumnya
Angka keberhasilan persalinan pervaginam relatif bergantung pada indikasi seksio sesarea sebelumnya. Riwayat persalinan pervaginam baik sebelum maupun sesudah seksio sesarea secara bermakna meningkatkan prognosis keberhasilan VBAC ( Caughey, dkk, 1998). Artinya bahwa sebelum melakukan VBAC maka perlu dilakukan penilaian ketat keadaan-keadaan yang berkaitan risiko efek samping.
- Oksitosin dan anestesi epidural
Pemakaian oksitosin untuk menginduksi persalinan dilaporkan menjadi penyebab rupture uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesarea dengan prevalensi 13 dari 15 wanita (Turner, 1997).
III. WEWENANG BIDAN TERHADAP PASIEN DENGAN RIWAYAT SEKSIO SESAREA
Sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenkes No.900/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan yang merupakan revisi dari Kepmenkes No.572/1996, terdapat beberapa hal yang dinyatakan sebagai wewenang Bidan untuk memberikan pelayanan asuhan kebidanan meliputi pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat (Bab V tentang praktik bidan, pasal 14).
Sedangkan pelayanan kebidanan pada pertolongan persalinan normal yang merupakan wewenang Bidan dan diakui serta dilindungi oleh payung hukum mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term (Bab V tentang praktik bidan, pasal 16).
Juga pada Permenkes No.149/2010 tentang izin dan penyelenggaraan pratik Bidan yang isinya masih banyak menuai pro-kontra akibat terdapat beberapa pemangkasan wewenang Bidan yang ada di Kepmenkes No.900/2002 sebelumnya, dinyatakan bahwa Bidan hanya diberi wewenang untuk melakukan pertolongan persalinan normal (Bab III tentang penyelenggaraan praktik, pasal 10).
Pada kedua keputusan menteri kesehatan tersebut tidak terdapat pernyataan bahwa Bidan diberikan wewenang untuk melakukan pertolongan persalinan normal kepada pasien dengan riwayat bekas seksio sesarea.
Disimpulkan bahwa selain alasan medis mengapa Bidan harus merujuk pasien inpartu dengan riwayat bekas seksio sesarea yang dipaparkan sebelumnya, namun juga tidak ada payung hukum bagi Bidan untuk melakukan pertolongan persalinan normal terhadap pasien dengan riwayat bekas seksio sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary dkk. 2006. William Obstetri Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sarwono. 1997. Ilmu Kebidanan. YBP-SP. Jakarta.s
Kepmenkes No.900/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Permenkes No.149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar